Penderitaan
berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa Sansekerta
dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau
merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat
berbentuk lahir atau batin, keduanya termasuk penderitaan ialah keluh
kesah, kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan lain-lain.
Dalam
realitas dunia ini ada yang namanya penderitaan, penderitaan merupakan
sesuatu yang memberikan kita semacam tekanan, intensitas penderitaan ini
tergantung pada peranan kita sebagai individu apakah penderitaan kita berat atau ringan
bergantung pada usaha individu itu sendiridalam menghadapi penderitaan .
Penderitaan ini tidak selalu dianggap oleh seseorang sebagai hal buruk
dan menyedihkan, malah ada sebagian orang yang menganggap penderitaan
ini merupakan suatu energi atau pemicu untuk bangkit kembali dari
keterpurukan.Dalam hal ini kita memang harus bisa melihat sisi positive
nya dari suatu penderitaan dimana pada penderitaan yang kita hadapi
terdapat suatu makna yang akan membuat kita lebih baik dalam menjalani
kehidupan.
Maka
dari itu akibat dari penderitaan banyak sekali macamnya. Ada yang
mendapatkan pelajaran yang besar dari penderitaan yang di alami, ada
pula orang yang semakin turun mentalnya dan cenderung manyerah dan
pasrah akan penderitaanya. Oleh sebab itu jangan terlalu menilai suatu
penderitaan itu merupakan suatu yang buruk dan tidak bermanfaat, pasti
ada pelajaran yang besar yang dapat di ambil dari suatu penderitaan.
Bagi
umat islam, penderitaan merupakan suatu ujian yang diberikan Allah SWT
kepada hambanya karena semakin tinggi iman maka semakin kita akan di uji
oleh Allah SWT, Hal ini tercantum pada Firman Allah :
“Apakah
manusia itu mengira bahwa pada mereka hanya mengatakan,” Kami telah
mencapai iman ‘, mereka akan dibiarkan sendiri dan tidak akan diuji?
Memang kita tidak mencobai mereka yang hidup sebelum mereka dan demikian
juga harus dites mereka yang sekarang hidup dan paling pasti akan Allah
menandai orang-orang yang membuktikan diri benar dan yang paling pasti
akan Dia menandai orang-orang yang imannya adalah kebohongan (29:1 – 2).
Dari ayat di atas dapat kita ambil
bahwa semakin tinggi tingkat keimanan kita maka kita akan menghadapi
ujian-ujian yang lebih berat untuk mencapai tingkatan iman yang lebih
tinggi lagi, jika kita berhasil menghadapi ujian maka kita akan naik ke
tingkat keimanan yang lebih tinggi namun jika kita gagal menghadapi
ujian maka keimanan kita patut untuk di pertanyakan. Namun Allah SWT
tidak akan menguji manusia melampaui batas kemampuan kita sebagai
manusia itu sendiri.
Mengenai penderitaan yang dapat memberikan hikmah, contoh yang gamblang dapat dapat dicatat disini adalah tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme.
Misalnya Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf Denmark, sebelum
menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya penuh penderitaan.
Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang pernah
mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum
menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya,
termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini
menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia
menafsirkan peristiwa ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan
ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard muncul sebagai filsuf,
menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri (kompensasi) dari
cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita yang tak
kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya,
bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia
menemukan dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Sama
halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis.
Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan
teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras
sehingga menjadi filsuf yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar